Iklan

Warung Kopi: Ruang Diskursus Kebenaran

syamsul kurniawan
Thursday, May 15, 2025
Last Updated 2025-05-16T00:56:38Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates


 

Oleh: Syamsul Kurniawan

 

Pagi ini, warung kopi tempat saya biasa ngopi tampak lebih lengang dari biasanya. Sebelum jam kantor, tempat ini biasanya penuh dengan percakapan—obrolan ringan tentang politik, bisnis, hingga cerita-cerita kehidupan yang tidak jarang mengalir begitu saja, tanpa beban. Namun kali ini, suasana agak berbeda. Mungkin karena hari ini Jumat, hari yang dimanfaatkan oleh banyak pekerja untuk bekerja dari rumah, sesuai dengan kebijakan WFA (Work from Anywhere) yang diberlakukan sejak kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Meski demikian, meski tak seramai biasa, warung kopi ini tetap menjadi ruang diskusi yang hidup, sebuah ruang publik tempat berbagai wacana tentang "kebenaran" dipertukarkan, layaknya ruang publik yang dikemukakan oleh Jurgen Habermas. Di sini, kebenaran diproduksi, diuji, dan diperiksa dalam aliran obrolan yang kadang ringan, kadang berat. Namun, kita harus bertanya: apakah yang mereka sebut "kebenaran" itu benar adanya? Dan apakah kita benar-benar dapat memisahkan "kebenaran" dari "kepalsuan"?

 

Marilah kita merenungkan sebuah analogi yang menarik: mungkinkah sekolah-sekolah kita belajar dari "kebebasan bertukar perspektif tentang kebenaran di warung kopi?" Di warung kopi, tanpa batasan formal, tiap orang bebas berbicara, bertukar ide, dan mempertanyakan segala sesuatu tanpa rasa takut atau cemas. Dalam suasana yang santai dan akrab, perbedaan pendapat menjadi bahan diskusi yang kaya, mengarah pada pemahaman yang lebih luas dan beragam. Di sana, tak ada yang terlalu berhak untuk menentukan kebenaran tunggal, karena setiap orang membawa perspektif yang dipengaruhi oleh pengalaman hidup mereka masing-masing.

 

Di sekolah-sekolah kita, pendidikan sering kali terjebak dalam sistem formal yang kaku, di mana kebenaran disampaikan seolah-olah ia adalah satu-satunya yang dapat diterima. Apa yang dianggap "benar" terkadang tak pernah dipertanyakan, dan siswa hanya diajarkan untuk menerima, bukan untuk menggali lebih dalam. Padahal, pendidikan, pada dasarnya, adalah ruang di mana kebenaran dibentuk. Lebih dari itu, pendidikan adalah proses yang membentuk karakter bangsa. Pendidikan seharusnya menjadi ruang untuk membuka kesadaran kritis, mendorong individu untuk mempersoalkan segala sesuatu, dan bukan hanya menerima pengetahuan sebagai kebenaran yang telah ditentukan. Dengan kebebasan untuk mempertanyakan segala hal, sebagaimana yang terjadi di warung kopi, kita dapat membangun sebuah pendidikan yang lebih hidup, dinamis, dan membentuk generasi yang berpikir kritis dan terbuka.

 

Pendidikan yang baik bukanlah pendidikan yang mengikat individu dalam struktur kekuasaan yang ada, melainkan pendidikan yang membebaskan mereka untuk memahami dan mengelola kekuasaan tersebut demi kepentingan orang lain. Kita dapat memahaminya bahwa kita adalah bagian dari mekanisme kekuasaan yang membentuk kebenaran, namun dengan kesadaran akan hal ini, kita bisa bertindak lebih bijaksana, tidak sekadar sebagai penerima pasif pengetahuan, tetapi sebagai agen aktif yang turut membentuk dunia ini.

 

Peran Diskursus dalam Pembentukan Kebenaran

 

Kebenaran, menurut Foucault, bukanlah sesuatu yang bersifat objektif atau turun dari langit, melainkan sebuah konstruksi sosial yang dibentuk oleh kekuasaan. Ia berpendapat bahwa setiap era memiliki "episteme" atau cara berpikir yang berbeda, yang membentuk cara pandang masyarakat terhadap kebenaran. Proses pembentukan kebenaran ini terjadi melalui apa yang disebut sebagai formasi diskursif—wacana atau pengetahuan yang tersebar melalui berbagai saluran seperti institusi, media, dan kebijakan publik. Kebenaran ini diproduksi oleh kekuasaan dan, dengan demikian, tidak bebas dari kontrol atau seleksi. Wacana yang disebarkan oleh institusi pendidikan adalah bagian dari kekuasaan yang lebih besar dan harus dipahami sebagai sebuah struktur yang tidak netral.

 

Di dalam pendidikan, proses ini sangat jelas terlihat. Materi yang diajarkan di sekolah bukanlah pengetahuan yang bebas dari kepentingan politik atau ideologi tertentu. Apa yang dianggap sebagai pengetahuan "benar" atau "penting" dalam kurikulum pendidikan sering kali adalah produk dari wacana yang didominasi oleh kekuasaan yang ada. Di sini, Foucault mengingatkan kita bahwa pendidikan tidak boleh hanya menerima begitu saja "kebenaran" yang ada, tetapi harus memberikan ruang bagi siswa untuk mempertanyakan dan mengkritisi pengetahuan yang disajikan. Diskursus yang ada dalam dunia pendidikan harus mampu membuka ruang untuk keberagaman ide dan perspektif, sehingga menciptakan individu yang kritis dan mandiri.

 

Seperti yang sering terjadi dalam diskusi di warung kopi pagi itu, di mana kebenaran dipertukarkan dan diperiksa, pendidikan harus menciptakan ruang yang sama untuk siswa. Ruang di mana mereka tidak hanya menjadi penerima pengetahuan, tetapi juga menjadi agen yang aktif dalam memproduksi pengetahuan itu sendiri, dengan kesadaran penuh akan posisi mereka dalam struktur kekuasaan. Pendidikan, dalam hal ini, bukan hanya mengenai transfer pengetahuan, tetapi juga mengenai bagaimana pengetahuan itu membentuk identitas sosial dan politik individu.

 

Pendidikan dan Rezim Kebenaran dalam Masyarakat

 

Dalam pandangan Foucault, kekuasaan tidak hanya terbatas pada individu atau institusi tertentu, tetapi tersebar luas dalam setiap relasi sosial. Kekuasaan beroperasi melalui berbagai bentuk pengetahuan dan institusi yang ada, dan dalam hal ini, pendidikan berperan sebagai salah satu agen yang menyebarkan dan memelihara wacana kebenaran tertentu. Oleh karena itu, kita harus kritis terhadap pengetahuan yang diajarkan di sekolah, apakah pengetahuan tersebut bebas dari kepentingan kekuasaan atau apakah ia dirancang untuk mempertahankan status quo.

 

Foucault mengidentifikasi bahwa ada empat domain diskursus yang dapat berbahaya: politik, seksualitas, kegilaan, dan kebenaran itu sendiri. Dalam pendidikan, kita sering dihadapkan pada dilema mengenai apakah pengetahuan yang diajarkan benar-benar bebas dari pengaruh politik atau ideologi tertentu. Misalnya, kurikulum pendidikan di Indonesia sering kali didominasi oleh ideologi negara yang menekankan keseragaman dan kepatuhan, bukannya kebebasan berpikir dan keberagaman pandangan. Oleh karena itu, pendidikan harus mampu memfasilitasi diskusi kritis dan membuka ruang bagi keberagaman ide yang dapat memajukan masyarakat.

 

Kebenaran dalam pendidikan, dengan demikian, tidak hanya harus dilihat dari sudut pandang epistemologi atau ilmu pengetahuan, tetapi juga harus dipertanyakan dalam konteks kekuasaan dan kontrol yang ada. Pendidikan harus memberikan ruang bagi siswa untuk memahami bagaimana wacana tentang kebenaran dibentuk, siapa yang memiliki kontrol atas wacana tersebut, dan bagaimana wacana ini mempengaruhi kehidupan sosial dan politik mereka.

 

Kekuatan Wacana dalam Pembentukan Kebenaran

Foucault menunjukkan bahwa wacana bukanlah sesuatu yang dapat dipisahkan dari kekuasaan. Setiap pengetahuan yang diproduksi dalam masyarakat, termasuk dalam pendidikan, selalu terkait dengan kekuasaan yang ada. Pengetahuan yang diajarkan di sekolah bukanlah sesuatu yang netral, tetapi merupakan produk dari formasi diskursif yang dipengaruhi oleh struktur kekuasaan yang ada. Dalam hal ini, wacana pendidikan tidak hanya tentang memberikan pengetahuan, tetapi juga tentang bagaimana pengetahuan itu dikontrol dan disebarkan.

 

Sebagai contoh, dalam pembelajaran sejarah, sangat penting untuk tidak hanya memaparkan satu versi dari peristiwa sejarah yang diajarkan oleh negara, tetapi juga memberikan ruang bagi siswa untuk memahami berbagai perspektif yang ada. Ini adalah bagian dari menciptakan individu yang mandiri dan kritis, yang tidak hanya menerima pengetahuan sebagai sesuatu yang sudah baku, tetapi juga mampu memproses dan mengkritisinya dengan kesadaran penuh akan struktur kekuasaan yang membentuk pengetahuan tersebut.

 

Pendidikan, dalam pandangan Foucault, harus menjadi ruang di mana siswa tidak hanya menerima pengetahuan yang ada, tetapi juga mempertanyakan dan mengkritisi pengetahuan tersebut. Kebenaran dalam pendidikan harus selalu dipertanyakan, dan pendidikan harus memberikan ruang bagi siswa untuk menggali berbagai pandangan tentang dunia. Pengetahuan yang diajarkan di sekolah harus selalu disertai dengan kesadaran akan siapa yang memiliki kekuasaan untuk memproduksi pengetahuan tersebut dan bagaimana pengetahuan itu digunakan dalam kehidupan sosial dan politik.

 

Foucault mengajarkan kita bahwa kekuasaan dan pengetahuan memiliki hubungan timbal balik. Pengetahuan selalu berfungsi sebagai alat kekuasaan, dan kekuasaan selalu menciptakan bentuk pengetahuan tertentu. Oleh karena itu, penting bagi pendidikan untuk mengajarkan siswa bahwa pengetahuan bukanlah sesuatu yang statis, melainkan sesuatu yang terus berkembang dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk kekuasaan. Dengan memberikan ruang bagi siswa untuk mempertanyakan dan mengkritisi pengetahuan, pendidikan dapat menciptakan individu yang tidak hanya cerdas, tetapi juga memiliki kesadaran sosial yang tinggi.

 

Batasan kebenaran dalam pendidikan adalah sebuah konstruksi yang dipengaruhi oleh kekuasaan. Foucault mengingatkan kita bahwa kebenaran bukanlah sesuatu yang statis atau objektif, tetapi sesuatu yang dibentuk oleh kekuasaan dan wacana yang ada dalam masyarakat. Pendidikan harus mampu membuka ruang bagi siswa untuk mempertanyakan kebenaran yang ada, agar mereka tidak hanya menjadi penerima pengetahuan, tetapi juga menjadi agen perubahan yang aktif dalam masyarakat. Dengan kesadaran ini, pendidikan dapat menjadi alat yang sangat kuat untuk mengubah dunia, bukan hanya dalam aspek akademis, tetapi juga dalam aspek sosial dan politik. Dalam konteks ini, wacana yang berkembang di ruang-ruang publik seperti warung kopi dapat menjadi arena untuk memproduksi dan mengkritisi kebenaran, yang pada gilirannya dapat memperkuat peran pendidikan dalam membentuk karakter dan kesadaran sosial bangsa.***

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

Trending Now