Iklan

Dilarang Memaki Bayang-Bayang

syamsul kurniawan
Sunday, June 1, 2025
Last Updated 2025-06-01T11:05:46Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates


 


Cerpen: Syamsul Kurniawan


Jakarta tak pernah sama sejak Fatimah dan kakaknya, Ismail, tiba di kota itu. Lima tahun lalu, di Bekasi, ibu mereka meninggal tragis ditabrak truk pengemudi mabuk saat hendak pergi ke ladang. Luka itu menganga dalam ingatan mereka, menjadi bayang-bayang yang membayangi setiap langkah.


Ayah mereka, kepala desa yang dulu dihormati di Bekasi, menjadi korban pengkhianatan. Teman dekatnya menjebak dia dengan tuduhan korupsi palsu. Ia dipenjara dan meninggal dunia setelah dianiaya oleh teman satu sel. Kepergian ayah dan ibu memaksa mereka merantau, menanggung hidup tanpa sandaran.


Ismail, meski masih muda, bertekad menjadi kepala keluarga. Ia bekerja keras sebagai buruh kasar di proyek bangunan, mengaduk semen dari pagi hingga petang demi menghidupi Fatimah dan dirinya. Mira, adik kecil mereka, membantu menjaga warung kecil peninggalan ibu mereka, menutupi luka batin yang dalam.

***


Hari Buruh tiba, dan Ismail bergabung dalam demonstrasi menuntut keadilan bagi para pekerja. Massa penuh harapan dan semangat. Namun harapan itu luluh lantak saat anak bos perusahaan hadir dan seorang teman Ismail menusuk anak itu. Dalam kekacauan itu, Ismail ditangkap dan menjadi kambing hitam.


Fatimah datang menjenguk Ismail di penjara. Mata mereka bertemu, penuh luka dan harapan. “Is, kau harus kuat,” ucap Fatimah.


Ismail meraih tangan adiknya dengan lembut, suaranya bergetar namun penuh keyakinan, “Jangan biarkan kebencian tumbuh untuk ayah dan ibu kita. Meski mereka tak meninggalkan harta atau warisan materi, mereka memberimu kenangan dan cobaan yang membentuk kita hari ini.”

***


Malam yang dingin itu, Fatimah bertemu pria tua yang mengaku teman lama ayah mereka. “Ayahmu bukan seperti yang kau kira,” katanya. “Dia bayang-bayang yang mengendalikan kuasa.”


Fatimah terdiam, “Apa maksud bapak?”


Pria itu menjelaskan bahwa ayah mereka adalah pengendali permainan yang rumit, yang memasukkan mereka ke dalam pusaran itu sendiri. Ia bukan korban biasa, melainkan dalang yang cerdik.


Mata Fatimah melebar. “Jadi selama ini kita bagian dari rencana ayah?”

***


Beberapa hari kemudian, Ismail dibebaskan secara misterius. Fatimah masih menunggu di rumah sederhana mereka yang sudah mulai usang. Ketukan pintu tiba-tiba membuka lembaran baru hidup mereka. Seorang pria berjas hitam dengan koper berisi dokumen warisan datang mengungkap rumah besar di Serpong dan aset bernilai ratusan miliar.

***


Mereka terpana, berdiri di ambang pintu rumah yang selama ini tak pernah mereka bayangkan—megah dan menjulang di kawasan elit Serpong. Rumah yang dulu mereka kira hanya remah-remah miskin, kini berubah menjadi simbol misteri dan kekuasaan.


Fatimah memandang sekeliling dengan mata penuh tanya. “Mengapa kami tak pernah tahu tentang ini?”


Pengacara itu menjawab dengan tenang, “Itu bagian dari strategi ayahmu. Ia ingin menjaga keluarga tetap aman, tersembunyi dari ancaman yang tak terlihat.”


Ismail menarik napas dalam, lalu berkata lirih, “Ayah kita adalah bayang-bayang yang selama ini belum kita mengerti.”


Fatimah, dengan nada getir, memaki bayang-bayang penderitaan yang selama ini menjerat mereka. Perlahan, kesadaran merayapi mereka—bahwa bayang-bayang itu bukanlah kesengsaraan yang murni, melainkan ciptaan ayah mereka sendiri.


Dalam keheningan tersebut, Fatimah menggumam dalam hati: “Siapa yang sebenarnya jadi Bayang-Bayang?”


Ismail menundukkan kepala, tenggelam dalam beban yang hampir meremukkan hatinya. Namun di balik itu semua, sebuah tekad membara: mereka harus mampu menjadi cahaya di tengah kegelapan yang melingkupi.

***


Malam itu, hujan turun lembut membasahi Serpong. Fatimah sudah terlelap dalam tidurnya, sementara Ismail masih duduk termenung di balkon rumah baru mereka. Ia menghisap sebatang rokok—sesuatu yang tak pernah ia coba selama masa-masa sulit—seraya menelusuri kenangan masa lalu yang penuh misteri dan menatap masa depan yang sarat teka-teki.


Meski lelah, Ismail tak mampu memejamkan mata. Dalam heningnya malam, samar-samar bayangan sosok berpakaian serba hitam muncul di balik pagar, memandang rumah mereka dengan tatapan yang menusuk jiwa. Sosok itu menatap Ismail sejenak, lalu perlahan menghilang dalam kegelapan. Wajahnya tak asing, sosok yang selama ini dikabarkan telah tewas di penjara itu. Ayah??.***

 

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

Trending Now