Iklan

Menghindari Sumpah yang Sia-sia

syamsul kurniawan
Wednesday, June 18, 2025
Last Updated 2025-06-19T04:38:12Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates


Oleh: Syamsul Kurniawan

 

Sumpah adalah sebuah bentuk ikrar yang mengandung unsur penguatan dalam setiap perkataan yang diucapkan. Dalam Islam, sumpah tidak hanya berfungsi sebagai alat penguat pernyataan, tetapi juga merupakan cerminan kesungguhan dan komitmen terhadap kebenaran. Namun, ada saatnya ketika sumpah diucapkan tanpa niat atau tujuan yang jelas, sehingga menjadi sebuah perbuatan yang sia-sia. Menghindari sumpah yang sia-sia ini penting, bukan hanya untuk menjaga integritas, tetapi juga untuk menghindari perbuatan yang dapat menjerumuskan kita pada kesalahan.

 

Sebagai agama yang sangat mendetail dalam mengatur tata cara kehidupan umatnya, Islam memberikan pedoman yang jelas tentang bagaimana seharusnya kita bersumpah. Sumpah yang diucapkan dengan niat dan kesungguhan akan memiliki nilai hukum tertentu, sedangkan sumpah yang diucapkan dengan tanpa kesadaran atau tanpa maksud yang jelas bisa dianggap sebagai sumpah yang tidak dihukum, atau bahkan menjadi sebuah kesalahan.

 

Al-Qur'an mengingatkan kita dalam Surah al-Baqarah [2:225], "Allah tidak akan menghukum kamu disebabkan sumpahmu yang tidak kamu maksudkan..." Ayat ini menunjukkan bahwa Allah tidak menganggap sumpah yang diucapkan secara sembarangan, tanpa niat, sebagai sumpah yang sah. Hal ini mengingatkan kita bahwa perkataan yang keluar dari mulut kita hendaknya tidak hanya sekedar formalitas, tetapi harus diiringi dengan kesungguhan dan niat yang jelas.

 

Sebagaimana Aisyah radhiyallahu ‘anha menjelaskan, sumpah yang tidak dimaksudkan sebagai sumpah tidak akan dihukum, dan ini seringkali terjadi dalam percakapan sehari-hari. Kita mungkin sering mendengar kalimat seperti "Demi Allah, saya tidak tahu," atau "Benar, demi Allah," tanpa benar-benar bermaksud bersumpah. Kalimat-kalimat semacam ini, meskipun terucap dari mulut kita, tidaklah sah sebagai sumpah menurut syariat, karena tidak ada niat untuk bersumpah.

 

Namun, sumpah yang tidak bermakna atau yang disebut laghwul yamiin (sumpah yang sia-sia) tetap dapat berdampak pada kehidupan kita. Meskipun tidak dihukum, perilaku ini menandakan ketidakpastian dalam setiap perkataan yang kita ucapkan. Dalam kehidupan sosial, sumpah yang demikian bisa merusak kredibilitas seseorang, membuat orang lain ragu, dan memperburuk hubungan interpersonal. Ketika seseorang mengucapkan sumpah tanpa niat yang jelas, ia sebenarnya sedang mengurangi nilai kata-katanya sendiri, merusak integritas dan kepercayaan orang lain.

 

Dalam konteks hukum Islam, sumpah juga berkaitan dengan kesungguhan hati. Seseorang yang mengucapkan sumpah harus memiliki niat yang kuat, dan tidak boleh terpaksa. Islam dengan tegas menegaskan bahwa hanya orang yang sudah mukallaf (baligh dan berakal) yang dapat dikenai kewajiban bersumpah. Hal ini menunjukkan bahwa sumpah bukanlah sebuah tindakan sembarangan, melainkan sebuah keputusan yang memerlukan kesadaran penuh dari individu yang mengucapkannya.

 

Lebih lanjut, sumpah juga harus dilakukan dengan menyebut nama Allah, karena hanya Allah-lah yang patut diagungkan dalam setiap sumpah yang kita ucapkan. Ini mengingatkan kita bahwa sumpah adalah bentuk pengagungan terhadap Allah, bukan terhadap makhluk-Nya atau apapun selain-Nya. Dalam banyak hadis, Rasulullah SAW mengingatkan kita untuk tidak bersumpah dengan selain nama Allah, karena hal tersebut dapat mengarah pada kesyirikan. Hal ini adalah pengingat bahwa sumpah bukan hanya soal kata-kata, tetapi tentang makna spiritual yang terkandung di dalamnya.

 

Menghindari sumpah yang sia-sia juga berarti menjaga diri agar tidak terlalu sering mengucapkan sumpah. Dalam al-Qur'an, Allah berfirman, "Jagalah sumpah-sumpah kalian..." (QS. al-Maidah [5]: 89). Hal ini menunjukkan bahwa bersumpah, meskipun dibolehkan, sebaiknya tidak dilakukan dengan terburu-buru atau tanpa pertimbangan yang matang. Sering bersumpah dapat membuat makna sumpah itu sendiri menjadi tereduksi. Sumpah yang sering diucapkan bisa kehilangan bobotnya dan menjadi hanya sekedar formalitas belaka. Maka, menjaga keseriusan dan keikhlasan dalam setiap sumpah sangat penting.

 

Di sisi lain, para ulama menjelaskan bahwa ada jenis-jenis sumpah yang dibenarkan dalam Islam, seperti sumpah yang wajib, sunnah, mubah, haram, dan makruh. Sumpah yang wajib, misalnya, adalah sumpah yang diperlukan untuk membela kebenaran, seperti saat bersaksi di pengadilan untuk mencegah kedzaliman. Sumpah yang sunnah bisa dilakukan untuk meneguhkan niat berbuat baik, seperti berpuasa pada hari-hari tertentu. Sumpah yang haram terjadi ketika seseorang bersumpah untuk melakukan perbuatan haram atau untuk meninggalkan kewajiban. Sumpah yang makruh juga bisa terjadi jika kita bersumpah untuk melakukan hal-hal yang tidak dianjurkan, seperti begadang semalam suntuk.

 

Sumpah yang tidak bermakna, atau yang kita sebut sebagai laghwul yamiin, bisa dilihat sebagai tindakan yang merugikan diri sendiri. Meskipun tidak dihukum secara langsung, sumpah seperti ini menandakan kita tidak cukup berhati-hati dalam berbicara. Dalam hidup bermasyarakat, kredibilitas adalah salah satu nilai yang sangat penting, dan sumpah yang tidak berarti hanya akan mengikis kepercayaan orang lain terhadap kita.

 

Selain itu, sumpah yang tidak dihargai juga berpotensi untuk menjadi pemicu dari sumpah ghomus. Sumpah ghomus adalah sumpah yang diucapkan dengan niat untuk berdusta, sehingga dapat menyebabkan seseorang terjerumus dalam dosa besar. Sumpah ini, yang seringkali digunakan untuk mengambil hak orang lain, menenggelamkan pelakunya dalam dosa yang besar, bahkan bisa mengantarkan seseorang ke dalam neraka. Sumpah semacam ini adalah bentuk pelanggaran yang sangat serius, dan bagi mereka yang melakukannya, tidak ada jalan keluar kecuali dengan bertobat kepada Allah.

 

Melanggar sumpah juga memiliki konsekuensi yang jelas dalam Islam. Jika seseorang melanggar sumpah yang telah diucapkan, maka dia wajib membayar kafaroh (tebusan sumpah). Kafaroh sumpah ini dapat berupa memberi makan sepuluh orang miskin, memberikan pakaian kepada mereka, atau memerdekakan seorang budak. Jika seseorang tidak mampu melakukan salah satu dari tiga hal tersebut, maka dia harus berpuasa selama tiga hari berturut-turut. Hal ini menunjukkan bahwa sumpah bukan hanya sebuah ucapan kosong, tetapi sebuah komitmen yang harus dihargai dan dipenuhi.

 

Kehidupan sehari-hari kita sering kali dipenuhi dengan kata-kata yang mudah terucap begitu saja, termasuk sumpah. Namun, kita harus ingat bahwa setiap perkataan kita memiliki makna dan dampaknya. Sumpah yang diucapkan tanpa kesungguhan atau hanya sebagai kebiasaan bisa mengarah pada kelalaian dan kesalahan. Oleh karena itu, Islam mengajarkan kita untuk berbicara dengan penuh kesadaran dan kejujuran, serta untuk menjaga sumpah dengan hati yang tulus.

 

Sumpah yang sia-sia sering kali disebabkan oleh ketidaksadaran atau kebiasaan berbicara tanpa pertimbangan. Oleh karena itu, kita perlu menjaga diri dari kecenderungan untuk bersumpah secara berlebihan atau tanpa tujuan yang jelas. Dalam berinteraksi dengan orang lain, kejujuran dan kesungguhan harus menjadi dasar dari setiap ucapan, bukan sekedar sumpah yang tidak bermakna.

 

Pada akhirnya, sumpah adalah alat untuk menguatkan kebenaran dan menunjukkan keseriusan. Namun, kita harus berhati-hati agar tidak menjadikannya sebagai alat yang merusak integritas kita. Menghindari sumpah yang sia-sia adalah bentuk penghormatan terhadap kebenaran dan kepercayaan yang dibangun antara kita dengan sesama. Sumpah seharusnya tidak hanya menjadi ungkapan yang terucap begitu saja, tetapi harus mencerminkan niat yang tulus dan komitmen terhadap kebenaran.

 

Dengan demikian, sumpah adalah sebuah konsep yang tidak bisa dianggap enteng. Setiap sumpah yang kita ucapkan memiliki makna dan konsekuensi, baik secara hukum maupun moral. Oleh karena itu, kita perlu berhati-hati dalam menggunakannya, dan menghindari sumpah yang sia-sia yang hanya akan merugikan diri kita sendiri.

 

***

Setelah membahas sumpah dalam konteks agama, penting juga untuk mencermati bagaimana kebiasaan seseorang dalam berbicara, terutama terkait dengan sumpah, dapat berkembang dan menjadi kebiasaan yang merusak integritasnya. Dalam perspektif Atomic Habits, yang diuraikan dalam buku karya James Clear (2018), kebiasaan adalah hasil dari proses berulang yang terjadi seiring waktu, yang bisa membentuk karakter dan perilaku seseorang. Perubahan kecil yang terjadi dalam kebiasaan sehari-hari ternyata dapat membawa dampak yang luar biasa.

 

Jika kita melihat fenomena orang yang berdusta dengan sumpahnya, bisa jadi ini adalah akibat dari kebiasaan buruk yang terbentuk seiring waktu. Misalnya, seseorang yang terbiasa menggunakan kata-kata seperti "Demi Allah, saya tidak tahu," atau "Demi Allah, saya pasti akan melakukannya," meskipun mereka tahu bahwa pernyataan tersebut tidak sepenuhnya benar. Kebiasaan ini mungkin dimulai dengan ucapan yang tidak berarti, yang kemudian menjadi lebih sering dan lebih mudah terucap. Lama-kelamaan, ucapan ini bisa menjadi bagian dari kebiasaan, sehingga mereka tidak lagi merasa berat untuk mengucapkan sumpah palsu, atau bahkan berbohong saat bersumpah.

 

Dalam Atomic Habits, James Clear menjelaskan bahwa kebiasaan terbentuk melalui tiga komponen utama: isyarat, rutinitas, dan penghargaan. Isyarat adalah pemicu yang membuat seseorang melakukan suatu tindakan, rutinitas adalah tindakan yang dilakukan, dan penghargaan adalah hasil yang didapat dari tindakan tersebut. Dalam konteks kebiasaan berdusta dengan sumpah, isyarat bisa berupa situasi di mana seseorang merasa tertekan untuk membuktikan kebenaran ucapan mereka, atau merasa bahwa mereka harus membenarkan sesuatu untuk menghindari rasa malu atau canggung. Rutinitasnya adalah bersumpah dengan menyebut nama Allah atau menggunakan ungkapan-ungkapan sakral untuk menguatkan kebohongan mereka. Penghargaan yang mereka rasakan bisa berupa rasa lega sementara karena mereka berhasil menghindari masalah atau rasa canggung yang lebih besar.

 

Namun, kebiasaan buruk ini bisa sangat merusak jika dibiarkan terus-menerus. Kebiasaan berdusta, terutama ketika diikat dengan sumpah, dapat menghancurkan integritas seseorang dalam jangka panjang. Apalagi, sumpah yang berbohong, yang dalam ajaran Islam disebut sebagai sumpah ghomus, tidak hanya merusak moral tetapi juga mendatangkan dosa besar yang sulit ditebus tanpa pertobatan yang tulus.

 

Atomic Habits juga menawarkan solusi untuk mengubah kebiasaan buruk menjadi kebiasaan baik melalui perubahan kecil yang konsisten. Salah satu caranya adalah dengan mengganti kebiasaan lama dengan kebiasaan baru yang lebih positif. Misalnya, seseorang bisa mulai dengan memperhatikan kata-katanya dan berusaha untuk lebih jujur, bahkan dalam hal-hal kecil. Menggunakan sistem penghargaan positif yang sehat, seperti merasa puas dan bangga karena bisa mengatakan kebenaran, dapat menjadi langkah awal untuk menggantikan kebiasaan berdusta dengan sumpah.

 

Dalam konteks sumpah, kebiasaan berbicara dengan kesungguhan dan integritas perlu dibangun. Setiap kali seseorang bertekad untuk berkata jujur dan menghindari berbohong, mereka memperkuat kebiasaan tersebut. Menggunakan kalimat seperti "Insya Allah," yang berarti menggantungkan takdir pada kehendak Allah, bisa menjadi kebiasaan yang lebih bijak daripada sekadar bersumpah demi menunjukkan kebenaran. Dengan demikian, melalui kebiasaan kecil yang konsisten, seseorang dapat membangun karakter yang lebih kuat dan jujur dalam perkataan dan perbuatan, yang pada akhirnya mengarah pada kehidupan yang lebih sesuai dengan nilai-nilai Islam.

 

Penting untuk diingat bahwa setiap kebiasaan dimulai dari langkah kecil. Jika kita ingin menghindari sumpah yang sia-sia atau berbohong dalam sumpah, kita harus mulai dengan kebiasaan memperhatikan kata-kata kita, serta menjaga komitmen untuk selalu berkata jujur, walau terkadang itu sulit. Dengan menerapkan prinsip-prinsip perubahan kebiasaan dari Atomic Habits, kita dapat mengembangkan kebiasaan berbicara dengan kesungguhan dan menghindari kebiasaan buruk yang merusak integritas kita.***

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

Trending Now