Oleh: Syamsul Kurniawan
Tahun 2025, menjadi tonggak refleksi yang penting bagi
bangsa Indonesia. Di tahun ini, kita merayakan 80 tahun peringatan Hari Lahir
Pancasila, sebuah momen yang semestinya tidak hanya dimaknai sebagai seremonial
tahunan. Namun, di balik perayaan itu, muncul pertanyaan mendalam: sejauh mana
nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila masih hidup di dalam
keseharian rakyat Indonesia? Apakah Pancasila masih relevan, bukan hanya
sebagai teks yang tercantum dalam dokumen resmi, tetapi juga sebagai pedoman
hidup yang memandu setiap tindakan kita sebagai bangsa?
Pancasila, sejak lahir pada 1 Juni 1945, adalah dasar
negara yang menyatukan keberagaman bangsa Indonesia. Ia adalah kompas moral
yang harus membimbing kita dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sebagai dasar negara, Pancasila bukanlah sekadar simbol yang dipajang di
ruang-ruang pemerintah atau disampaikan dalam pidato-pidato politik. Ia adalah
ruh dari bangsa ini yang seharusnya hidup dan menggerakkan kita untuk bertindak
dengan adil, bijaksana, dan berperikemanusiaan.
Namun, dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia,
Pancasila sering kali terpinggirkan oleh perkembangan zaman yang kian pesat. Di
tengah derasnya arus globalisasi, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila
semakin dilupakan. Fenomena ini menjadi semakin nyata dalam masyarakat yang
lebih terfokus pada teknologi dan kemajuan ekonomi, daripada menjaga
keharmonisan sosial dan kesatuan bangsa.
Pancasila seharusnya mengilhami kita untuk menjunjung
tinggi keadilan, persatuan, dan kemanusiaan. Namun, kenyataannya, kita masih
dihadapkan pada berbagai tantangan besar yang menggugah kesadaran kita akan
pentingnya nilai-nilai luhur tersebut. Dalam dunia pendidikan, kita melihat
banyak praktik tidak jujur, seperti jual beli gelar dan plagiarisme, yang
mencerminkan kemunduran moral di kalangan mahasiswa dan dunia akademik. Lembaga
pendidikan yang seharusnya menjadi tempat pembentukan karakter justru menjadi
ajang perburuan gelar tanpa esensi.
Sementara itu, di ranah keagamaan, kita masih
menyaksikan munculnya intoleransi, diskriminasi, dan kekerasan yang mencoreng
kehidupan beragama di Indonesia. Padahal, sila pertama Pancasila yang
menegaskan “Ketuhanan yang Maha Esa” seharusnya menjadi landasan bagi kita
untuk hidup berdampingan dalam keberagaman. Namun, realitas yang ada seringkali
bertolak belakang dengan nilai tersebut. Agama, yang seharusnya menjadi sumber
perdamaian, sering dipolitisasi untuk kepentingan tertentu yang mengarah pada
perpecahan antar umat beragama.
Di bidang sosial dan ekonomi, ketidakadilan sosial
semakin mengemuka. Praktek eksploitasi sumber daya alam tanpa memperhatikan
kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat semakin marak. Sebagian
besar rakyat Indonesia masih hidup dalam kemiskinan, sementara segelintir orang
menguasai kekayaan alam negara ini. Ketimpangan sosial dan ekonomi yang semakin
lebar menjadi bukti bahwa prinsip keadilan sosial dalam Pancasila belum
sepenuhnya terwujud.
Selain itu, perusakan lingkungan yang kian parah juga
mengingatkan kita akan kegagalan dalam menghidupkan nilai Pancasila yang
mengajarkan kita untuk menjaga kelestarian alam. Penambangan liar, deforestasi,
dan pencemaran lingkungan adalah dampak dari ketidakpedulian kita terhadap
keberlanjutan alam. Padahal, salah satu pokok ajaran Pancasila adalah tanggung
jawab terhadap lingkungan hidup, baik untuk kita sendiri maupun untuk generasi
mendatang.
Pancasila harus dihidupkan kembali dalam kehidupan
sehari-hari. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila harus diterjemahkan
dalam tindakan nyata yang bisa dirasakan oleh setiap lapisan masyarakat. Jangan
biarkan Pancasila menjadi dokumen sejarah yang hanya dibaca dan diperingati
setahun sekali, tetapi tidak dijalankan dalam kehidupan nyata.
Di tengah zaman yang semakin kompleks ini, pendidikan
memiliki peran yang sangat penting dalam menghidupkan Pancasila. Pendidikan
harus bukan hanya tentang transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga tentang
pembentukan karakter dan moral. Pendidikan harus mampu mengajarkan nilai-nilai
luhur yang terkandung dalam Pancasila, seperti kejujuran, keadilan, toleransi,
dan kemanusiaan. Sebab, tanpa pendidikan yang mengedepankan nilai-nilai
Pancasila, kita akan kehilangan arah dan tujuan sebagai bangsa.
Selain itu, peran keluarga sebagai institusi pertama
dalam pendidikan juga sangat krusial. Keluarga adalah tempat pertama di mana
nilai-nilai dasar diperkenalkan dan ditanamkan. Melalui pendidikan keluarga,
anak-anak akan belajar tentang pentingnya nilai-nilai luhur dalam kehidupan
mereka sehari-hari. Maka dari itu, menghidupkan Pancasila harus dimulai dari
lingkungan keluarga, sebelum kemudian diteruskan ke sekolah dan masyarakat
luas.
Pendidikan agama juga memiliki potensi yang besar
dalam memperkokoh nilai-nilai Pancasila. Agama mengajarkan kita untuk hidup
dengan saling menghormati, mencintai sesama, dan menjaga kedamaian. Pancasila
dan agama memiliki kesamaan tujuan dalam mengajarkan kita untuk hidup dengan
penuh kasih sayang dan saling menghargai. Oleh karena itu, pendidikan agama
yang mengedepankan nilai-nilai Pancasila akan memperkuat karakter bangsa yang
berakhlak mulia.
Tantangan terbesar yang dihadapi bangsa Indonesia saat
ini adalah bagaimana menghidupkan Pancasila di tengah arus perubahan yang
begitu cepat. Globalisasi yang membawa berbagai perubahan sosial, budaya, dan
teknologi seringkali membuat kita kehilangan jati diri sebagai bangsa. Oleh
karena itu, menjaga nilai-nilai Pancasila berarti menjaga jati diri bangsa
Indonesia agar tetap kokoh di tengah pergeseran zaman.
Globalisasi tidak seharusnya menjadi alasan untuk
melupakan nilai-nilai luhur yang telah kita warisi dari para pendiri bangsa.
Sebaliknya, kita harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan zaman tanpa
mengorbankan identitas dan karakter bangsa. Dengan menghidupkan Pancasila, kita
akan mampu menciptakan sebuah bangsa yang bersatu, adil, dan sejahtera,
meskipun hidup di tengah arus globalisasi yang begitu deras.
Pancasila juga harus menjadi landasan bagi kebijakan
publik yang berkeadilan. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap kebijakan
yang diambil memperhatikan nilai-nilai Pancasila, seperti keadilan sosial,
kesetaraan, dan persatuan. Pancasila harus menjadi pedoman dalam pengambilan
keputusan yang menyangkut kepentingan rakyat banyak, bukan hanya kepentingan
segelintir kelompok.
Menghidupkan Pancasila juga berarti memperkuat
solidaritas sosial di tengah masyarakat. Kita harus mampu membangun masyarakat
yang saling mendukung, bukan masyarakat yang terpecah belah oleh kepentingan
pribadi atau kelompok. Solidaritas sosial yang tinggi akan menciptakan
masyarakat yang harmonis, di mana setiap individu saling peduli dan membantu
satu sama lain dalam menghadapi tantangan kehidupan.
Selain itu, kita juga harus memperkuat integritas
dalam setiap aspek kehidupan. Integritas adalah nilai utama yang terkandung
dalam Pancasila, yang mengajarkan kita untuk hidup dengan jujur, bertanggung
jawab, dan adil. Menghidupkan Pancasila berarti membangun masyarakat yang tidak
hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga berintegritas tinggi dalam setiap
tindakannya.
Tidak ada jalan pintas untuk menghidupkan Pancasila.
Semua ini membutuhkan komitmen bersama dari seluruh elemen bangsa. Pancasila
harus dijadikan sebagai dasar dalam setiap tindakan dan kebijakan yang diambil,
mulai dari individu, keluarga, hingga pemerintah. Jika setiap lapisan
masyarakat bersatu dalam menghidupkan Pancasila, maka kita akan mampu
mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia yang adil, makmur, dan
berperadaban.
Pancasila adalah warisan bangsa yang harus kita jaga
dan hidupkan. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya adalah nilai universal
yang bisa diterima oleh semua golongan, suku, agama, dan budaya di Indonesia.
Dengan menghidupkan Pancasila, kita akan mampu menjaga kesatuan dan keberagaman
bangsa Indonesia, serta menciptakan masyarakat yang lebih baik di masa depan.
Pancasila adalah kompas moral yang harus terus hidup
di tengah setiap aspek kehidupan. Oleh karena itu, kita harus terus berupaya
untuk menjadikannya sebagai pedoman dalam setiap tindakan dan keputusan yang
diambil. Dengan menghidupkan Pancasila, kita akan memastikan bahwa bangsa
Indonesia tetap teguh dalam menghadapi segala tantangan zaman yang semakin
kompleks.
Pancasila bukan sekadar slogan, tetapi sebuah
panggilan untuk hidup sesuai dengan prinsip-prinsip luhur yang terkandung di
dalamnya. Menghidupkan Pancasila berarti kita harus berani melawan
ketidakadilan, menegakkan kebenaran, dan menjunjung tinggi kemanusiaan. Hanya
dengan cara ini, kita akan mampu menjaga Indonesia sebagai bangsa yang besar
dan beradab.
Menghidupkan Pancasila juga berarti menjaga
keberagaman sebagai kekuatan. Indonesia adalah negara dengan kekayaan budaya,
suku, dan agama yang luar biasa. Keberagaman ini harus dijaga dan dihargai,
karena itulah yang membuat Indonesia unik. Pancasila mengajarkan kita untuk
hidup dalam harmoni, meskipun berbeda-beda. Dengan menjaga nilai Pancasila,
kita akan mampu menjaga kedamaian dan persatuan bangsa Indonesia.
Akhirnya, kita harus mengakui bahwa tantangan zaman
tidak bisa dihadapi dengan cara-cara lama. Namun, kita juga tidak boleh
melupakan nilai-nilai yang telah membentuk bangsa ini. Pancasila adalah sumber
kekuatan bangsa Indonesia yang harus terus dihidupkan, baik dalam kehidupan
pribadi, sosial, dan bernegara. Hanya dengan cara ini, kita akan mampu
mengatasi kegilaan zaman dan mewujudkan Indonesia yang lebih baik.
Pancasila adalah warisan yang harus kita jaga.
Menghidupkannya bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung
jawab kita semua sebagai warga negara Indonesia. Dengan menghidupkan Pancasila,
kita akan menjaga bangsa ini tetap utuh, kuat, dan mampu menghadapi segala
tantangan yang datang. Pancasila adalah pijakan kita, dan selama kita tetap
berdiri di atasnya, kita akan selalu menemukan jalan menuju masa depan yang
lebih baik.***