Iklan

Perceraian Artis, Mengapa Belakangan Tren?

syamsul kurniawan
Wednesday, June 4, 2025
Last Updated 2025-06-04T13:47:33Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates


 

Syamsul Kurniawan

 

Tren perceraian di kalangan artis Indonesia belakangan ini semakin meningkat dan menjadi sorotan publik. Tidak hanya di kalangan selebritas, fenomena ini juga merefleksikan perubahan dalam dinamika masyarakat yang lebih luas. Kehidupan yang selalu diikuti oleh publik, ditambah dengan tekanan dari dunia hiburan, menjadi medan yang tidak mudah bagi banyak pasangan untuk bertahan. Dalam tulisan ini, kita akan mengupas penyebab utama perceraian artis, baik dari segi psikologis, pengaruh media sosial, maupun pandangan agama Islam yang dapat memberikan perspektif berbeda tentang pernikahan yang ideal.

 

Pernikahan artis, yang sering kali dijadikan sebagai contoh dalam masyarakat, tidak luput dari tantangan berat. Salah satu faktor utama yang menyebabkan perceraian adalah perselisihan yang berkepanjangan antara pasangan. Banyak pasangan artis yang terjebak dalam ketidakmampuan untuk mengelola konflik, dan tidak jarang, perselisihan yang sederhana menjadi lebih besar karena pengaruh media sosial yang semakin mendominasi kehidupan mereka. Perbedaan nilai dan ekspektasi dalam menjalani hubungan juga berperan besar dalam ketidakharmonisan rumah tangga.

 

Selain itu, perselingkuhan menjadi salah satu penyebab perceraian yang sangat umum, apalagi di era digital ini. Media sosial yang memudahkan komunikasi dengan orang lain terkadang menjadi sarana untuk pengkhianatan, yang akhirnya mengarah pada keretakan hubungan rumah tangga. Berbeda dengan zaman dahulu, di mana privasi dan ruang pribadi lebih terjaga, kini publik dan kehidupan pribadi pasangan artis sulit dipisahkan, dan ini sering kali menjadi faktor pemicu perceraian.

 

Satu, Media Sosial. Tidak dapat dipungkiri bahwa media sosial berperan sangat besar dalam membentuk persepsi masyarakat terhadap artis, serta dalam kehidupan pribadi mereka. Media sosial sering kali memperlihatkan kehidupan yang tampak sempurna, namun ini hanyalah sebuah gambaran yang tidak sepenuhnya nyata. Jean Baudrillard, dalam teori simulacra dan hiperrealitasnya, berpendapat bahwa masyarakat kini lebih mengonsumsi representasi atau gambaran tentang sesuatu, bukan realitas itu sendiri. Dalam konteks ini, kehidupan rumah tangga artis yang dipublikasikan ke media sosial adalah sebuah simulacrum, sebuah gambaran yang lebih penting daripada kenyataan yang sesungguhnya.

 

Bagi sebagian pasangan, pengaruh media sosial ini bisa memicu ketidakpuasan terhadap kehidupan pribadi mereka. Masyarakat semakin terbiasa melihat kehidupan yang sempurna dari selebritas, dan ketika kehidupan pribadi mereka tidak sesuai dengan gambaran tersebut, kekecewaan pun muncul. Ini bisa menyebabkan ketegangan dalam rumah tangga yang berujung pada perceraian. Keinginan untuk mempertahankan citra dalam dunia maya kadang mengorbankan keharmonisan hubungan yang nyata, menciptakan ketegangan yang mendalam dalam rumah tangga mereka.

 

Dua, Komunikasi. Salah satu masalah yang sering kali muncul dalam pernikahan artis adalah ketidakmampuan untuk berkomunikasi dengan efektif. Sebagai individu yang hidup di bawah sorotan publik, pasangan artis sering kali merasa tertekan dan kesulitan dalam membuka diri satu sama lain. Komunikasi yang buruk dalam hubungan adalah salah satu faktor utama yang memicu perpecahan. Di sisi lain, komunikasi yang jujur dan terbuka dapat membantu memperkuat hubungan dan menyelesaikan masalah yang ada.

 

Sigmund Freud, dalam teori psikoanalisisnya, menekankan pentingnya hubungan awal seseorang dengan orang tua mereka, yang kemudian berpengaruh pada pola hubungan mereka di masa dewasa. Dalam konteks ini, pernikahan yang penuh dengan ketegangan bisa jadi mencerminkan ketidakmampuan pasangan untuk mengelola perasaan mereka, yang mungkin berakar pada pengalaman masa kecil. Bagi sebagian orang, ketidaksadaran mereka terhadap masalah ini menyebabkan mereka kesulitan untuk menghadapi masalah hubungan mereka dengan cara yang sehat, dan akhirnya memilih jalan perceraian.

 

Tiga, Perbedaan Nilai. Selain masalah komunikasi, perbedaan nilai dan ekspektasi juga seringkali menjadi penyebab perceraian. Banyak pasangan artis yang memiliki pandangan hidup yang sangat berbeda, terutama terkait dengan karier, agama, dan keluarga. Perbedaan-perbedaan ini, yang sebelumnya tidak tampak, akhirnya menjadi masalah besar dalam hubungan mereka.

 

Sebagai contoh, artis yang memiliki ambisi besar untuk berkarier dan terus tampil di layar kaca mungkin merasa tidak dihargai oleh pasangan mereka yang menginginkan perhatian lebih di rumah. Ketika ekspektasi terhadap pasangan tidak sesuai, maka perasaan kecewa dan tidak puas mulai tumbuh, yang jika tidak segera diatasi, dapat berujung pada perceraian.

 

Selain itu, perubahan sosial yang pesat juga berpengaruh terhadap kehidupan pernikahan, termasuk pernikahan artis. Dalam masyarakat yang semakin individualistis, banyak pasangan yang merasa bahwa kebutuhan pribadi mereka lebih penting daripada kebutuhan untuk mempertahankan hubungan. Artis, yang sering kali dikelilingi oleh dunia yang penuh perhatian dan pujian, kadang lupa bahwa pernikahan mereka membutuhkan perhatian yang lebih dalam dan lebih jujur. Ketika mereka tidak lagi merasa puas dalam hubungan, atau ketika hubungan tersebut tidak memenuhi kebutuhan emosional mereka, perceraian menjadi solusi yang mereka pilih.

 

Islam: Memandang Pernikahan Sebagai Jalan Ketaatan kepada Allah

 

Di sisi lain, dalam pandangan Islam, pernikahan adalah sebuah ikatan yang tidak hanya bertujuan untuk memenuhi kebutuhan fisik atau emosional, tetapi lebih dari itu, pernikahan dalam Islam berlandaskan pada ketaatan kepada Allah Swt. Dalam Islam, hubungan suami istri bukanlah sesuatu yang transaksional atau berdasarkan pada harapan mendapatkan balasan. Sebaliknya, segala yang dilakukan dalam pernikahan haruslah berdasarkan niat untuk mencari ridha Allah, dan bukan untuk mendapatkan sesuatu dari pasangan.

 

Islam mengajarkan bahwa kebahagiaan pernikahan terletak pada orientasi yang kuat. Semakin kuat orientasi pernikahan pada ketaatan kepada Allah, semakin besar peluang pernikahan itu bertahan lama dan bahagia. Hal ini berbeda dengan pernikahan yang dilandasi oleh harapan-harapan duniawi yang sering kali membawa kekecewaan. Misalnya, seorang suami yang menikahi istri dengan harapan bahwa ia akan selalu mendukung kariernya atau mengurus rumah tangga dengan sempurna. Ketika harapan ini tidak terpenuhi, perasaan kecewa bisa muncul, yang akhirnya memicu perpecahan.

 

 

Islam juga mengajarkan pentingnya kesetimbangan dalam pernikahan, di mana suami dan istri saling memahami hak dan kewajiban masing-masing. Sebuah pernikahan yang bahagia adalah pernikahan yang berjalan dengan penuh kesadaran akan hak dan kewajiban, di mana suami berorientasi pada pemenuhan hak istri, dan sebaliknya. Ini menciptakan keharmonisan dan saling pengertian dalam hubungan tersebut.

 

Pernikahan yang dilandasi oleh ketaatan kepada Allah akan lebih kuat dan lebih tahan terhadap godaan-godaan eksternal, seperti pengaruh media sosial atau tekanan dari dunia hiburan. Sebaliknya, pernikahan yang berfokus pada harapan-harapan duniawi sering kali berujung pada kekecewaan, karena manusia sering kali tidak dapat memenuhi harapan yang sangat tinggi tersebut.

 

 

Dalam Islam, tujuan utama pernikahan adalah untuk membentuk rumah tangga yang islami, yang berorientasi pada ketaatan kepada Allah dan pendidikan anak-anak yang shalih dan shalihah. Pernikahan adalah sarana untuk melindungi ahlak dan martabat manusia dari perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam. Rasulullah Saw. mengajarkan bahwa pernikahan adalah cara untuk menundukkan pandangan dan menjaga kehormatan diri. Dalam konteks ini, pernikahan menjadi lebih dari sekadar hubungan antara dua individu, tetapi juga bagian dari amal ibadah yang lebih besar.

 

Pernikahan yang islami adalah pernikahan yang tidak hanya menjaga hak-hak fisik pasangan, tetapi juga membentuk keluarga yang dapat mendidik generasi yang akan datang dengan nilai-nilai Islam yang benar. Dengan demikian, pernikahan dalam Islam bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan pribadi atau emosional, tetapi juga untuk mencapai tujuan yang lebih luhur, yaitu mendekatkan diri kepada Allah.

 

Dalam perspektif Islam, perceraian dibenarkan hanya ketika pasangan sudah tidak mampu lagi memenuhi batas-batas Allah dalam pernikahan mereka. Allah Swt. berfirman dalam Al-Baqarah: “Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.” Ini menunjukkan bahwa perceraian dalam Islam adalah jalan terakhir yang harus diambil setelah segala upaya untuk memperbaiki hubungan gagal.

 

Islam mengajarkan bahwa pernikahan yang bahagia dan langgeng adalah pernikahan yang berlandaskan pada niat yang tulus untuk memenuhi kewajiban kepada Allah, bukan untuk mendapatkan balasan atau hadiah duniawi. Jika setiap pasangan memahami dan mengamalkan ajaran ini, maka mereka akan mampu menghadapi segala rintangan dalam pernikahan dengan lebih sabar dan penuh pengertian.

 

Menutup tulisan ini, tren perceraian di kalangan artis Indonesia dapat dilihat sebagai fenomena sosial yang mencerminkan pergeseran nilai dalam masyarakat. Pengaruh media sosial, ketidakmampuan mengelola konflik, dan perbedaan ekspektasi merupakan faktor-faktor yang memicu perceraian. Namun, dalam perspektif Islam, pernikahan yang bahagia adalah pernikahan yang berlandaskan pada ketaatan kepada Allah, di mana setiap pasangan berusaha untuk memenuhi hak dan kewajiban mereka dengan penuh pengertian. Dengan orientasi yang kuat dan komitmen untuk saling menjaga, pernikahan dapat bertahan lama, bahkan di tengah tekanan dunia yang semakin kompleks.***

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

Trending Now