Iklan

Merawat Alam, Merawat Kehidupan: Tanggung Jawab Bersama

syamsul kurniawan
Tuesday, June 3, 2025
Last Updated 2025-06-04T04:48:45Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates

 

Oleh: Syamsul Kurniawan 

 

KISAH Abu Nawas tentang batas jagat raya ciptaan Tuhan mengandung humor sekaligus renungan mendalam. Suatu kali, seorang murid bertanya kepadanya, “Di mana batas jagat raya ini?” Dengan santai, Abu Nawas menjawab bahwa batasnya ada di ujung langkah kakinya. Jawaban sederhana ini bukan hanya sebuah canda, tetapi sebuah ajakan untuk merenung. Alam semesta ini begitu luas dan tak terjangkau sepenuhnya oleh akal manusia. Meskipun teknologi manusia telah berkembang pesat, kita tetap hanyalah bagian kecil dari ciptaan Tuhan yang agung. Ini adalah pengingat untuk tidak bersikap sombong terhadap alam, apalagi merusaknya.


Di tengah perkembangan zaman, umat manusia sering kali lupa akan posisinya yang kecil dalam skala alam semesta. Kekuatan teknologi yang dimiliki sering kali menjadikan manusia merasa lebih besar daripada alam itu sendiri. Padahal, seperti yang diungkapkan dalam kisah Abu Nawas, kita hanyalah bagian yang sangat kecil dalam struktur besar ciptaan Tuhan. Alam, dengan segala keindahannya, tak tergantikan dan tak terbatas oleh kekuatan kita. Maka, seharusnya kita menyadari pentingnya menjaga dan merawat bumi yang kita huni, bukan menganggapnya sebagai objek yang bisa diperlakukan semena-mena.


Saat ini, dunia sedang menghadapi krisis lingkungan yang semakin nyata dan mengkhawatirkan. Bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, dan kabut asap semakin sering terjadi, dan dampaknya semakin besar pada kehidupan manusia. Fenomena ini bukan hanya akibat alam semesta yang berputar sesuai dengan hukum alam, melainkan juga akibat dari ulah manusia yang tidak bijak dalam memanfaatkan sumber daya alam. Kita sering kali tergoda untuk mengeksploitasi alam tanpa memperhitungkan konsekuensinya. Alam yang telah diperbaiki dan seimbang oleh Tuhan, kini sering kali kita rusak tanpa sadar.


Al-Qur’an dengan tegas mengingatkan kita dalam Surah Ar-Rum [30]: 41, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia.” Ayat ini bukan hanya peringatan, tetapi juga panggilan moral untuk manusia agar bertanggung jawab. Kerusakan yang terjadi di berbagai penjuru dunia menunjukkan bahwa alam ini bukanlah milik kita untuk dikuasai secara sepihak. Alam adalah amanah yang harus dijaga, dihormati, dan dijaga kelestariannya. Sikap sombong manusia dalam menanggapi alam berujung pada kerusakan yang tak hanya merugikan manusia itu sendiri, tetapi juga makhluk hidup lainnya.


***


Krisis lingkungan ini bukan hanya soal fisik atau teknis, tetapi berakar pada persoalan moral dan spiritual. Banyak orang menganggap bahwa kerusakan alam adalah masalah teknis yang dapat diselesaikan dengan solusi instan dan regulasi yang ketat. Namun, tanpa perubahan mendasar dalam nilai dan sikap manusia terhadap alam, solusi tersebut hanya akan bersifat sementara. Kita perlu memperkuat fondasi etika dalam hubungan kita dengan alam. Ekoteologi, yang memadukan nilai agama dengan upaya pelestarian lingkungan, dapat menjadi sebuah jalan untuk menjembatani antara agama dan tanggung jawab ekologis kita.


Ekoteologi mengajak kita untuk melihat alam bukan sekadar objek eksploitasi, tetapi sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan. Alam adalah amanah dari Sang Pencipta yang harus kita jaga dan rawat. Pandangan ini penting agar perilaku manusia terhadap alam selaras dengan kehendak Tuhan. Islam, sebagai rahmatan lil’alamin, mengajarkan nilai pelestarian lingkungan sebagai bagian dari syariat dan tanggung jawab umat manusia. Konsep hima’ yang diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW, sebagai kawasan lindung, adalah contoh nyata bagaimana Islam menempatkan pelestarian alam sebagai kewajiban moral dan spiritual. Konsep ini menunjukkan bahwa menjaga alam bukanlah hal baru, melainkan merupakan bagian dari agama yang harus diperhatikan dan dilaksanakan.


Al-Qur’an juga mengingatkan kita untuk tidak merusak bumi setelah diperbaiki, sebagaimana tertulis dalam QS. Al-A’raf [7]: 56, yang menyatakan, “Janganlah kamu merusak bumi setelah Allah memperbaikinya.” Tafsir Thahir bin ‘Asyur menegaskan bahwa merusak satu bagian dari lingkungan sama dengan merusak seluruh ciptaan Allah. Dengan demikian, menjaga keseimbangan alam adalah tanggung jawab kita bersama. Alam ini diciptakan dengan keseimbangan yang sempurna, dan manusia diberi amanah untuk menjaga keharmonisan ini. Ketika kita merusak satu bagian dari alam, kita tidak hanya merusak bumi, tetapi juga merusak keseimbangan ciptaan Tuhan.


Dalam hadis Nabi Muhammad SAW, beliau juga mengajarkan kita untuk menjaga alam dan makhluk hidup lainnya. Nabi SAW menetapkan kawasan konservasi (hima’) dan menganjurkan umatnya untuk menanam pohon dan tanaman. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran manusia dalam menjaga kelestarian alam. Selain itu, ada kisah seorang lelaki yang memberi minum seekor anjing yang kehausan. Kisah ini mengajarkan kita untuk memiliki rasa kasih sayang dan ihsan terhadap seluruh makhluk, tidak hanya terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap hewan dan tumbuhan yang ada di bumi.


Konsep ihya’ al-mawat, yaitu menghidupkan lahan mati agar produktif, juga menunjukkan pentingnya revitalisasi lingkungan. Dalam tradisi Islam, ada prinsip-prinsip pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan, seperti iqta, ijarah, harim, dan waqaf. Prinsip-prinsip ini mengajarkan kita untuk mengelola sumber daya alam secara bijak dan tidak berlebihan, agar keberlanjutan alam tetap terjaga. Namun, di tengah krisis lingkungan yang semakin kompleks, tidak cukup hanya mengandalkan ajaran normatif. Implementasi praktis dalam kehidupan sehari-hari menjadi sangat penting untuk menciptakan perubahan yang nyata.


Pendidikan ekoteologi menjadi langkah penting untuk menumbuhkan kesadaran moral dan spiritual di kalangan masyarakat luas, terutama generasi muda. Pendidikan berbasis agama yang mengajarkan nilai-nilai ramah lingkungan dapat menjadi wahana untuk menanamkan kesadaran akan tanggung jawab ekologis. Generasi muda, sebagai penerus bangsa, harus diberikan pemahaman yang kuat mengenai pentingnya menjaga lingkungan. Dengan pemahaman agama yang mendalam dan kontekstual, kesadaran kolektif tentang tanggung jawab ekologis akan lebih mudah terwujud.


Unit terkecil dalam masyarakat, yaitu keluarga, juga memegang peranan penting dalam pendidikan lingkungan. Perempuan, sebagai pendidik utama di rumah, memiliki pengaruh besar dalam membentuk pola hidup yang berkelanjutan. Kebiasaan sederhana seperti menghemat air, menjaga kebersihan, dan merawat tanaman, jika dilakukan bersama-sama dalam keluarga, dapat menciptakan perubahan signifikan dalam masyarakat. Perempuan berperan strategis dalam menggerakkan perubahan sosial-ekologis dalam kehidupan sehari-hari.


***


Namun, di tengah upaya-upaya pemberdayaan perempuan, masih terdapat kesenjangan gender yang membatasi peran perempuan dalam pengambilan keputusan, terutama dalam isu lingkungan. Di banyak negara, termasuk Indonesia, perempuan masih mengalami hambatan sosial, budaya, dan politik yang membatasi akses mereka terhadap sumber daya dan posisi-posisi penting dalam pemerintahan. Meskipun demikian, perempuan bukan hanya korban dari krisis lingkungan, tetapi juga agen perubahan yang mampu menggerakkan masyarakat untuk beradaptasi dengan tantangan perubahan iklim.


Oleh karena itu, kesetaraan gender harus menjadi prioritas dalam pembangunan berkelanjutan. Memberdayakan perempuan berarti membuka ruang bagi solusi yang lebih efektif dan inklusif dalam menghadapi masalah lingkungan. Pemberdayaan perempuan akan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam merespons dan mengelola tantangan perubahan iklim dan kerusakan lingkungan. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an bahwa setiap individu, tanpa terkecuali, memiliki tanggung jawab untuk menjaga kelestarian ciptaan-Nya, ini adalah amanah kolektif umat manusia.


Pemberdayaan perempuan dalam konteks ini akan memperkuat peran mereka sebagai penjaga kelestarian kehidupan, yang dapat menggerakkan komunitas dan keluarga menjadi pelaku aktif perubahan. Dengan demikian, perempuan bukan hanya menjadi ujung tombak dalam menjaga keharmonisan antara manusia dan alam, tetapi juga menjadi garda terdepan dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Ketika perempuan diberdayakan, maka potensi perubahan sosial-ekologis yang positif akan semakin kuat.


Mengingat luas dan kompleksnya alam semesta ciptaan Tuhan, sebagaimana diceritakan dalam kisah Abu Nawas, kita harus bersikap rendah hati dan menghormati batas-batas alami yang ada. Kesadaran bahwa kita hanyalah bagian kecil dari ciptaan Tuhan mendorong kita untuk tidak serakah dalam memanfaatkan alam. Sebaliknya, kita harus belajar untuk hidup selaras dengan alam, menghormati hak-haknya, dan menjaga keseimbangan yang ada.


Mengelola alam bukan sekadar untuk memenuhi kebutuhan manusia saat ini, tetapi juga untuk memastikan bahwa generasi mendatang dapat hidup dalam lingkungan yang sehat dan lestari. Prinsip keadilan antargenerasi menjadi landasan dalam menjaga bumi. Kita perlu memastikan bahwa tindakan kita hari ini tidak merugikan masa depan, karena kita tidak hanya hidup untuk diri kita sendiri, tetapi juga untuk anak cucu kita.


Ekoteologi dan pemberdayaan perempuan adalah dua aspek yang saling melengkapi dalam merespons krisis ekologis yang semakin parah. Keduanya harus berjalan beriringan agar hasilnya berkelanjutan dan berdaya guna. Jika kita gagal memadukan nilai agama, kesadaran ekologis, dan pemberdayaan gender, maka kerusakan yang terjadi akan semakin meluas dan mengancam keberlangsungan hidup umat manusia.


Sebaliknya, dengan penguatan pendidikan ekoteologi dan pengakuan peran strategis perempuan, kita dapat membuka pintu menuju masa depan yang lebih hijau dan adil. Perubahan sosial-ekologis yang menyeluruh menjadi lebih mungkin terwujud jika kita bersatu dalam upaya ini. Pemerintah dan lembaga pendidikan harus proaktif mengembangkan program yang mengintegrasikan nilai keagamaan dan ekologi dengan pendekatan pemberdayaan perempuan.


***


Peran masyarakat sipil dan organisasi perempuan juga sangat penting dalam memperluas kesadaran dan aksi pelestarian lingkungan. Kolaborasi multisektoral menjadi kunci keberhasilan pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, gerakan kesetaraan gender harus dilihat tidak hanya dalam ranah sosial-politik, tetapi juga dalam konteks penyelamatan bumi dari kerusakan yang lebih lanjut.


Dengan memperkuat posisi perempuan, kita sebenarnya sedang memperkuat pondasi peradaban yang berorientasi pada harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan. Ini adalah tugas bersama yang harus dijalankan dengan kesungguhan dan keikhlasan. Alam yang sehat dan lestari bukan hanya impian idealis, tetapi hak asasi bagi seluruh makhluk hidup.


Kita semua, baik laki-laki maupun perempuan, muda maupun tua, adalah pelaku dan penanggung jawab keberlangsungan bumi ini. Tidak ada yang boleh abai terhadap amanah besar ini. Semoga kita mampu melangkah bersama, menjaga dan merawat ciptaan Tuhan dengan penuh kesadaran dan cinta. Hanya dengan sinergi iman, ilmu, dan kebersamaan, bumi yang lestari dan manusia yang bermartabat dapat terwujud.***

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

Trending Now